Jangan Biasakan Memukul Anak

Jangan Biasakan Memukul Anak
Jangan Biasakan Memukul Anak
Para orang bau tanah sebaiknya menghindari kekerasan ketika hendak memperlihatkan pesan yang tersirat atau teguran pada anak. Sebuah riset terbaru mengindikasikan, menampar atau memukul anak sebagai eksekusi atas kesalahannya sanggup meningkatkan risiko gangguan mental di lalu hari.

Para peneliti mengatakan, beberapa orang dewasa, yang ketika masa kanak-kanak mendapatkan eksekusi fisik dari orangtua mereka, sebanyak 2-7 persen terdignosis mengalami kasus gangguan mental - termasuk depresi berat, gangguan kecemasan dan paranoia.

Risiko gangguan mental juga rentan diderita orang yang semasa kecilnya mendapatkan penganiayaan, menyerupai contohnya kekerasan fisik atau seksual, atau pengabaian emosional. Temuan ini dipublikasikan pada 2 Juli 2012 dalam journal Pediatrics.

Hasil temuan ini sekaligus mendukung penelitian sebelumnya yang memperlihatkan bahwa eksekusi fisik pada anak sanggup menjadikan kesehatan mental yang jelek di masa dewasa, termasuk peningkatan risiko depresi, pikiran bunuh diri dan penyalahgunaan alkohol.

Peneliti berpendapat  bahwa dengan menghilangkan semua eksekusi fisik pada anak, akan sanggup mengurangi prevalensi gangguan mental.

Memukul anak suatu hal yang wajar
Hukuman fisik terhadap bawah umur hingga ketika ini masih kontroversial, dan praktek ini ditentang oleh American Academy of Pediatrics. Namun faktanya, hampir 50 persen orang sampaumur AS mengaku mereka pernah mengalami eksekusi fisik ketika masih anak-anak, menyerupai didorong atau dipukul.

Dalam studi baru, Tracie Afifi beserta rekanya dari University of Manitoba di Kanada, menganalisis informasi dari lebih 34.600 orang sampaumur AS usia 20 tahun dan lebih tua, yang disurvei antara tahun 2004-2005.

Masing-masing akseptor diberikan pertanyaan, "Sebagai anak seberapa sering Anda pernah di dorong, ditarik, di tampar atau dipukul oleh orangtua Anda atau orang sampaumur yang tinggal di rumah Anda?"

Sekitar 6 persen dari akseptor mengaku bahwa mereka mengalami banyak sekali bentuk eksekusi fisik dalam intensitas yang bermacam-macam yaitu jarang, cukup sering, atau sangat sering di masa kecil.

Hasil analisa menunjukkan, partisipan yang mengalami eksekusi fisik, 59 persen lebih mungkin untuk mempunyai ketergantungan alkohol, 41 persen lebih rentan mengalami depresi dan 24 persen lebih mungkin mempunyai gangguan panik, dibandingkan dengan partisipan yang tidak mendapatkan eksekusi fisik.

Alternatif hukuman


Peneliti mengungkapkan, orang bau tanah dan dokter harus menyadari relasi ini. Harus ada suatu kebijakan yang fokus untuk mengurangi eksekusi fisik pada anak. Peneliti berpendapat, masih ada cara lain selain dengan kekerasan untuk menegur anak, menyerupai contohnya dengan penguatan sikap positif.

Meski ada relasi antara kekerasan pada anak dan risiko gangguan mental di lalu hari, tetapi peneliti menegaskan, temuan ini tidak memperlihatkan relasi sebab-akibat.
Penelitian ini juga menyampaikan bahwa penelitian ini dibatasi beberapa hal, menyerupai contohnya akseptor diminta untuk mengingat pengalaman masa kecil mereka, yang mungkin tidak sepenuhnya akurat, meskipun penelitian memperlihatkan orang sanggup mengingat insiden negatif di masa kecil juga.

Sumber http://kesehatan.blogspot.co.id/
Advertisement